Kajian Hari Anak Nasional

  • Sejarah dan Tujuan Hari Anak Nasional

Pada awalnya, adanya Hari Anak Nasional di Indonesia dicetuskan oleh Kowani (Kongres Wanita Indonesia). Kowani menyelenggarakan beberapa sidang yang salah satunya merumuskan Pekan Kanak-Kanak Indonesia. Kemudian, pada 24-28 Juli 1964 dalam sidang Kowani yang digelar di Jakarta, muncul banyak usulan tentang waktu yang tepat untuk diperingatinya hari anak-anak Indonesia. Pemerintah menetapkan Hari Anak Indonesia pada tanggal 1-3 Juni berbarengan dengan peringatan Hari Anak Internasional tanggal 1 Juni. Namun, Kowani mengusulkan agar Hari Anak Indonesia diperingati setiap tanggal 6 Juni. Karena pada tanggal 1 Juni bersamaan dengan tanggal lahir Presiden Soekarno (1 Juni 1901). Usai mundurnya Orde Lama dan munculnya Orde Baru dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, Hari Anak Indonesia atau Hari Anak Nasional berganti menjadi tanggal 23 Juli. Hal ini tertuang dalam Keppres (Keputusan Presiden) No. 44/1984 yang menetapkan bahwa peringatan Hari Anak Nasional dilakukan tiap tanggal 23 Juli. Alasan dipilihnya tanggal 23 Juli karena pemilihan tanggal tersebut diselaraskan dengan pengesahan UU (Undang-Undang) mengenai Kesejahteraan Anak pada tanggal 23 Juli 1979. Peringatan Hari Anak Nasional ini digelar mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ramah anak (Pratiwi, 2022). read more

KBM Bauran Diterapkan, Sudahkah Sesuai Harapan?

Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan edukasi yang biasanya dilakukan di sekolah atau instansi lainnya seperti universitas dengan penyampaian ilmu atau informasi oleh guru atau dosen kepada siswa (Risalah, dkk., 2020). Semenjak pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar di Indonesia sempat mengalami perubahan dari yang biasanya datang langsung ke kelas menjadi di rumah saja dengan memanfaatkan media online seperti platform pertemuan video, situs web kuis, dan lainnya. Namun, setelah vaksinasi massal yang dilakukan oleh pemerintah ditambah dengan menurunnya kasus Covid-19 secara signifikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan pedoman penyelenggaraan pembelajaran tatap muka dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan memberlakukan pembatasan. Adanya pembatasan pertemuan tatap muka tersebut menyebabkan pengurangan kapasitas kelas, yang berarti tidak semua mahasiswa dapat hadir ke ruangan kelas sehingga dimungkinkan bertemu secara daring atau dibaur antara keduanya (daring dan luring) sehingga disebut kegiatan belajar mengajar bauran/blended (Firman, 2022). read more