Gigi Kuat, Tumbuh Hebat: Aksi MBG vs Stunting

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang, sehingga anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari standar usianya. Kondisi ini biasanya mulai terjadi sejak bayi masih dalam kandungan akibat ibu yang kurang nutrisi selama kehamilan, dan berlanjut selama masa tumbuh kembang anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting meliputi:

  • Asupan gizi yang kurang: Rendahnya akses terhadap makanan bergizi, kurangnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani.
  • Kondisi ibu selama kehamilan dan laktasi: Ibu yang mengalami malnutrisi, remaja, atau memiliki postur tubuh pendek sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak.
  • Sanitasi dan akses air bersih yang buruk: Lingkungan yang tidak higienis meningkatkan risiko infeksi berulang yang menghambat penyerapan nutrisi anak.
  • Infeksi kronis dan penyakit bawaan: Penyakit seperti tuberkulosis, diare kronis, alergi susu sapi, penyakit jantung bawaan, dan thalasemia dapat menyebabkan stunting.
  • Kurangnya stimulasi psikososial dan pola asuh yang kurang baik: Stimulasi yang kurang dapat memengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan.
  • Faktor sosial ekonomi dan lingkungan: Kemiskinan, rendahnya pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan pola asuh turut berperan.

Pencegahan stunting perlu dilakukan sejak masa kehamilan dengan memastikan ibu mendapatkan asupan gizi yang cukup, pemeriksaan kandungan rutin, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi, serta menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan anak secara menyeluruh.

Stunting merupakan manifestasi gangguan pertumbuhan kronis akibat kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka waktu panjang, terutama pada periode 1000 hari pertama kehidupan, yakni sejak konsepsi hingga anak berusia dua tahun. Masa ini merupakan fase kritis dalam perkembangan fisik dan kognitif anak, yang apabila terganggu, dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang, termasuk terhadap kesehatan gigi dan mulut. Faktor lingkungan keluarga memegang peranan sentral dalam mencegah terjadinya stunting. Kesadaran orang tua, khususnya ibu, dalam memberikan asupan gizi seimbang sejak masa kehamilan menjadi kunci utama dalam mendukung tumbuh kembang janin secara optimal. Defisiensi nutrisi pada ibu hamil, seperti kekurangan kalsium, vitamin D, protein, fosfor, magnesium, dan vitamin K, berkontribusi terhadap hambatan pertumbuhan jaringan keras, termasuk jaringan gigi.

Sayangnya, aspek kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi bagian yang terabaikan. Padahal, dampak stunting terhadap perkembangan oral dapat bersifat signifikan. Anak yang mengalami stunting memiliki kecenderungan mengalami keterlambatan erupsi gigi sulung serta gangguan dalam proses odontogenesis, yang berujung pada struktur gigi yang tidak sempurna. Keadaan ini meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya karies gigi, sebuah kondisi patologis yang dapat menimbulkan nyeri, mengganggu proses mastikasi, serta menurunkan nafsu makan anak. Penurunan asupan makanan akibat gangguan makan selanjutnya memperburuk status gizi, menciptakan siklus yang memperkuat kondisi stunting. Selain gangguan pada proses mekanis pengunyahan, aspek kimiawi juga turut terdampak. Produksi saliva yang optimal berfungsi sebagai buffer pH, pelindung enamel, serta memiliki aktivitas antibakteri dalam rongga mulut. Namun, pada anak stunting, fungsi saliva sering kali mengalami penurunan baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sehingga mengakibatkan disbiosis mikroba oral dan peningkatan risiko terjadinya karies.

Dengan demikian, pendekatan multidisipliner dalam penanganan stunting menjadi suatu keharusan, yang mencakup aspek nutrisi, kesehatan umum, serta kesehatan gigi dan mulut. Intervensi preventif berbasis keluarga, peningkatan edukasi gizi bagi orang tua, serta integrasi layanan kesehatan gigi dalam program pencegahan stunting merupakan langkah strategis yang perlu dikembangkan.

Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan anak secara keseluruhan yang memiliki implikasi langsung terhadap status gizi dan risiko stunting. Meskipun kerap dipandang sebagai isu terpisah, bukti empiris menunjukkan bahwa gangguan kesehatan oral, khususnya karies gigi, memiliki kontribusi signifikan terhadap gangguan pertumbuhan linier pada anak. Karies yang tidak ditangani dapat menyebabkan nyeri kronis, peradangan, hingga infeksi sistemik, yang berujung pada penurunan nafsu makan, gangguan fungsi mengunyah, serta pemilihan makanan yang kurang bernutrisi. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada sistem eksokrin, termasuk kelenjar ludah, yang umum terjadi pada anak dengan malnutrisi. Penurunan produksi dan kualitas saliva menyebabkan menurunnya kemampuan alami rongga mulut untuk menetralkan asam dan membersihkan sisa makanan, sehingga meningkatkan risiko berkembangnya bakteri kariogenik. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya asupan makronutrien dan mikronutrien penting seperti protein, zat besi, kalsium, dan zinc yang krusial dalam mendukung pertumbuhan optimal anak.

Di samping itu, peradangan kronis yang ditimbulkan oleh infeksi rongga mulut dapat memicu respons inflamasi sistemik dan stres metabolik, yang berpotensi mengganggu regulasi hormon pertumbuhan seperti IGF-1 dan GH. Aktivasi jalur inflamasi yang berkelanjutan juga meningkatkan kebutuhan metabolik anak, yang apabila tidak disertai peningkatan asupan gizi yang seimbang, justru mempercepat penurunan status gizi dan meningkatkan risiko stunting. Lebih lanjut, konsumsi tinggi gula sederhana sebagai etiologi utama karies gigi sering kali menjadi pengganti dari makanan bergizi dalam pola konsumsi anak. Hal ini memperburuk defisit zat gizi mikro yang sudah terjadi, terlebih pada kelompok anak-anak yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah dengan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan gigi dan edukasi nutrisi yang memadai.

Oleh karena itu, pendekatan promotif dan preventif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut harus menjadi bagian yang terintegrasi dalam program pencegahan stunting nasional. Edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pembatasan konsumsi gula, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan gigi anak, serta kolaborasi lintas sektor antara program kesehatan gigi, gizi, dan tumbuh kembang anak perlu diperkuat. Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan intervensi yang lebih komprehensif, sehingga dapat mencegah terjadinya stunting melalui perbaikan determinan kesehatan yang selama ini belum diperhitungkan secara optimal.

Program Makan Bergizi Gratis atau MBG merupakan program unggulan yang dicanangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran selama masa kepemimpinannya saat ini. Program ini menuai banyak pro dan kontra dari kalangan masyarakat mengingat besarnya anggaran dan keefektivitasannya yang belum terukur. Pasalnya, program ini terkesan dilaksanakan secara terburu-buru tanpa persiapan yang matang. Mengutip dalam kajian CISDI, ada beberapa isu krusial yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program MBG. Beberapa poin tersebut diantaranya yaitu:

  1. Adanya ketidaksesuaian target, sasaran, dan bentuk program.

Berdasarkan Perpres No. 72/2021 pemerintah membuat program prioritas Percepatan Penurunan Stunting (PPS)  yang menjadi acuan dan juga pembanding program MBG. Program PPS memiliki sasaran diantaranya adalah ibu hamil, ibu menyusui, remaja putri, dan anak dibawah usia lima tahun. Sedangkan MBG memiliki sasaran anak 0-6 tahun, siswa SD, SMP, SMA, penyandang disabilitas, lansia miskin dan renta, dan ibu hamil. Dari perbandingan sasaran ini kita dapat mengetahui bahwa program MBG masih kurang tepat dalam menyaring sasaran program karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, masa-masa krusial untuk mencegah terjadinya stunting adalah ketika masa kehamilan dan 1000 hari pertama tumbuh kembang anak.

Program MBG selain belum tepat sasaran juga belum memiliki desain kerangka teori resmi untuk menyelesaikan masalah stunting. Jika dibandingkan dengan PPS, mereka memiliki desain strategi khusus yaitu  “The Conceptual Framework of the Determinants of Child Undernutrition”, “The Underlying Drivers of Malnutrition”, dan “Faktor Penyebab Masalah Gizi Konteks Indonesia.”. Hal ini dapat dengan lebih mudah menyelesaikan masalah stunting dengan melaksanakan intervensi spesifik yaitu berdasarkan penyebab langsung stunting dan juga intervensi sensitif yang berdasar kepada penyebab tidak langsung stunting.

  1. MBG bukan solusi praktis dalam penyelesaian masalah stunting.

Permasalahan stunting di Indonesia perlu diselesaikan dengan pendekatan holistik. Saat ini MBG hanya dapat meningkatkan asupan gizi yang masuk pada anak-anak sekolah tetapi masih mengabaikan permasalahan-permasalahan yang sudah terbukti berkontribusi lebih besar dalam menyebabkan permasalahan stunting. Contoh dari permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan. Banyak penelitian di berbagai negara yang membuktikan bahwa keberhasilan penanganan masalah gizi dan stunting justru dikarenakan kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial yang menggunakan  pendekatan multisektoral untuk meningkatkan akses kepada edukasi, kesehatan, nutrisi, dan sanitasi.

  1. MBG tidak menyentuh akar masalah isu kedaulatan pangan.

Masalah isu kedaulatan pangan sangat berpengaruh pada masalah gizi dan stunting. Jika tidak tertangani dengan baik, hal ini akan berpengaruh pada kemampuan rumah tangga dalam menjangkau ketersediaan makanan bergizi. Contoh studi kasusnya adalah ketika terjadi kenaikan harga beras, maka makanan non beras atau makanan di luar makanan pokok akan dikesampingkan seperti daging atau sumber protein lainnya.

  1. Ada banyak program dengan tujuan serupa yang sudah berjalan.

Saat ini sudah banyak program berjalan yang sama sama memiliki tujuan untuk menurunkan status stunting di Indonesia. Beberapa programnya diantaranya adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), dana Bantuan Operasional Sekolah, Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), Desa Pangan Aman, program ATENSI Penyandang Disabilitas dan ATENSI Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia. Program-program ini meliputi berbagai tujuan yang dicanangkan akan berhasil disukseskan oleh program MBG. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya adalah meningkatkan kecukupan gizi ibu hamil dan baduta, meningkatkan kondisi kesehatan dan asupan gizi anak sekolah (2 tahun hingga siswa SMP), mengurangi angka putus sekolah / meningkatkan angka partisipasi sekolah, meningkatkan motivasi belajar anak, meminimalisir pengeluaran rumah tangga agar dapat dimaksimalkan untuk kebutuhan lain, meminimalisir pengeluaran rumah tangga agar dapat dimaksimalkan untuk kebutuhan lain, pemenuhan kebutuhan makanan orang usia lanjut (lansia) dan orang dengan disabilitas. Tujuan-tujuan ini sudah ditargetkan akan berhasil dengan masing-masing programnya dan terkesan berulang dan bertumpang tindih dengan program MBG yang pelaksanaan programnya justru akan semakin membebani APBN dan justru memotong pendistribusian dana pada sektor-sektor lainnya yang tak kalah penting dalam mensukseskan pemberantasan stunting. Selain itu belum ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian makanan secara lengkap (MBG) dapat menyelesaikan permasalahan stunting secara lebih efektif.

Realitanya, program MBG yang saat ini sudah berjalan tidak sesuai dengan rencana awal. Dana MBG yang semakin dipres rasanya tidak dapat menambah atau membenahi asupan gizi para pelajar. Banyak pelajar yang merasa makanan yang disediakan justru tidak layak dan tidak bisa dimakan. Belum lagi permasalahan teknis atau regulasi di lapangan yang belum jelas. Program MBG ini justru membuat peluang terjadinya korupsi semakin lebar akibat regulasinya yang belum jelas. Selain itu, terdapat beberapa kasus keracunan yang tentunya mengancam nyawa bagi para pelajar karena regulasi dan pengawasan K3 yang tidak terlaksana. Lantas, berdasarkan segala pro dan kontra yang ada, kelayakan dan keefektifitasan program ini masih dipertanyakan apakah program ini perlu dilanjutkan atau dihentikan saja.

–oo–

DAFTAR PUSTAKA

Abdat, Munifah. (2019). STUNTING PADA BALITA DIPENGARUHI KESEHATAN GIGI GELIGINYA. Participant journal. 4. 33-38.

Alodokter. 2024. Stunting: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan. Diakses tanggal 1 Mei 2025, dari https://www.alodokter.com/stunting

Aviva, N.N., Pangemanan, D.H.C., Anindita, P.S. (2020) Gambaran Karies Gigi Sulung pada Anak Stunting di Indonesia. Journal e-GiGi. 8(2):73-78.

Bio Farma. 2024. 7 Penyebab Stunting pada Anak. Diakses tanggal 1 Mei 2025, dari https://www.biofarma.co.id/id/announcement/detail/7-penyebab-stunting-pada-anak

Busman, Elianora, D., Atigah, S. N. (2018) STATUS KESEHATAN RONGGA MULUT ANAK DILIHAT DARI KEPEDULIAN ORANG TUA TENTANG KEBERSIHAN RONGGA MULUT ANAK DAN STATUS GIZI DI SD NEGERI NO. 98/III DESA BARU LEMPUR, KERINCI. Menara Ilmu. 12(10):14-23.

CISDI, 2024. Policy Paper Series: Mengkaji Ulang Program Makan Bergizi Gratis. Makan Bergizi Gratis: Menilik Tujuan, Anggaran, dan Tata Kelola Program, pp. 1-16.

Renggli, E.P., Turton, B., Sokal-Gutierrez, K., Hondru, G., Chher, T., Hak, S., Poirot, E. and Laillou, A., 2021. Stunting malnutrition associated with severe tooth decay in Cambodian toddlers. Nutrients, 13(2), p.290.

Wang, D., Wang, X., Zhao, C., Ma, S., Zhang, Y. and Shi, H., 2024. Study on the association between malnutrition, early childhood caries and caries activity among children aged 3–5 years. BMC Oral Health, 24(1035).

Leave a Reply

Your email address will not be published.