HARI ANAK INTERNASIONAL

Hari Anak Internasional atau Hari Perlindungan Anak Sedunia merupakan hari spesial yang diperingati berbagai negara baik di Asia, Eropa, bahkan Amerika. Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Hal ini berbeda dengan hari Anak Sedunia yang diadakan setiap tanggal 20 November. Berbeda pula dengan peringatan Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli.

Ada banyak peringatan tentang hari anak. Tentunya setiap peringatan tersebut memiliki fokus tujuan yang berbeda beda. Untuk Hari Anak Internasional sendiri, tujuan peringatannya meliputi:

  • Memberikan perlindungan dan menghargai hak-hak anak di seluruh dunia;
  • Menjamin pendidikan bagi anak-anak di seluruh dunia;
  • Penghapusan eksploitasi anak yang berupa mempekerjakan anak di bawah umur.

Anak merupakan masa depan keluarga dan bangsa. Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk memahami hak-hak anak supaya bisa menunjang kehidupan mereka di masa depan.

Namun, dari mana sebenarnya peringatan Hari Anak Internasional ini berasal? Peringatan ini bermula dari pertemuan perwakilan sejumlah negara di Jenewa, Swiss. Pertemuan tersebut adalah konferensi dunia yang membahas tentang kesejahteraan anak. Awalnya, Pendeta Dr. Charles Leonard mengadakan kebaktian khusus untuk anak-anak di gereja pada tahun 1857 yang kemudian menjadi kebiasaan tahunan yang disebut Rose Day. Pada tahun 1949, Federasi Demokrasi Internasional Wanita mengadakan pertemuan di Rusia. Dari pertemuan ini, terbentuklah Hari Perlindungan Anak Internasional dan sekarang lebih dikenal sebagai Hari Anak Internasional

Apalah arti hari anak jika tidak dilakukan implementasinya. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya implementasi dalam memperingati hari anak. Contohnya ialah usaha yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang. Pihak pemerintah Kota Semarang memperingati Hari Peringatan Anak dengan tema “Cegah Kawin Bocah”. Pernikahan anak didefinisikan sebagai pernikahan formal atau informal yang dilakukan pada usia anak yang salah satu atau kedua belah pihak berusia di bawah 18 tahun. Pada usia tersebut, anak dinilai belum memiliki kematangan fisik, psikologis, maupun ekonomi. Pada usia ini pula belum terbentuk kesiapan mental anak untuk menikah. Pada saat menikah, terdapat beberapa kewajiban dan hak yang harus dipenuhi antar pasangan. Anak cenderung belum siap akan hal itu sehingga keharmonisan dalam rumah tangga akan sangat berpengaruh dan menjadikan risiko terjadinya perceraian semakin meningkat. Kemudian, secara fisik, remaja perempuan memiliki tulang panggul yang terlalu kecil sehingga dapat membahayakan ibu dan anak dalam proses persalinan. Sebelum berusia 18 tahun, sel-sel rahim remaja perempuan belum siap, sehingga dapat menimbulkan risiko terkena kanker leher rahim beserta penyakit Human Papillomavirus (HPV). Sebagai bentuk pemenuhan hak anak, yakni hak untuk mendapatkan akses kesehatan, sudah selayaknya edukasi, kampanye, serta dukungan pencegahan pernikahan anak harus selalu digalakkan sehingga hak anak untuk sehat dan terhindar dari pernikahan anak dapat terpenuhi.